Sabtu, 30 Mei 2015

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL 3

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL 3

·         Otonami daerah

PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
 dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Sedangkan yang di maksud Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti :
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.

Dampak Positif Otonomi Daerah
Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggidari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga akan lebih efisien.
Dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang
Masalah Otonomi Daerah

Permasalahan Pokok Otonomi Daerah:
1.    Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap
2.    Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai dan penyesuaian peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/ 1999 masih sangat terbatas
3.    Sosialisasi UU 22/1999 dan pedoman yang tersedia belum mendalam dan meluas
4.    Manajemen penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemahPengaruh perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah dikelola
5.    Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah
6.    Belum jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsepotonomi yang proporsional kedalam pengaturan konsepotonomi yang proporsional ke dalampengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI

Permasalahan pokok tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokok yang membentuk pemerintah daerah yaitu;
1. kewenangan,
2. kelembagaan,
3. kepegawaian,
4. keuangan,
5. perwakilan,
6. manajemen pelayanan publik,
7. pengawasan.

Sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi meliputi:


a)    PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
•    Hasil pajak daerah
•    Hasil restribusi daerah
•    Hasil perusahan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
•    Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,antara lain hasil penjualan asset daerah dan jasa giro

b)    DANA PERIMBANGAN
•    Dana Bagi Hasil
•    Dana Alokasi Umum (DAU)
•    Dana Alokasi Khusus

c)    PINJAMAN DAERAH
•    Pinjaman Dalam Negeri
1.    Pemerintah pusat
2.    Lembaga keuangan bank
3.    Lembaga keuangan bukan bank
4.    Masyarakat (penerbitan obligasi daerah)

•    Pinjaman Luar Negeri
1.    Pinjaman bilateral
2.    Pinjaman multilateral
3.    Lain-lain pendapatan daerah yang sah;
4.    hibah atau penerimaan dari daerah propinsi atau daerah Kabupaten/Kota lainnya,
5.    penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan

II.    Peluang Bisnis Ekonomi Serta Tantangan Bisnis di Daerah
Pembangunan ekonomi
 saat ini di Indonesia selama pemerintahan orde baru lebih terfokus pada pertumbuhan ekonomi ternyata tidak membuat daerah di tanah air berkembang dengan baik. Proses pembangunan dan peningkatan kemakmuran sebagai hasil pembangunan selama ini lebih terkonsentrasi di Pusat (Jawa) atau di Ibukota . Pada tingkat nasional memang laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan perkapita naik terus setiap tahun (hingga krisis terjadi). Namun,dilihat pada tingkat regional, kesenjangan pembangunan  ekonomi antar propinsi makin membesar. 

Di era otonomi daerah dan desentralisasi sekarang ini, sebagian besar kewenangan pemerintahan dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Dalam penjelasan UU No.22/1999 ini dinyatakan bahwa tanggung jawab yang dimaksud adalah berupa kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan.

Berangkat dari pemahaman demikian, maka untuk menghadapi berbagai persoalan seperti kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan penanggulangannya kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi yang dipunyai daerah, melekat pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara langsung mengupayakan pengentasan kemiskinan di daerah bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin.

Hubungan antara otonomi daerah dengan desentralisasi, demokrasi dan tata pemerintahan yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat mendukung bahwa dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka akan mampu menciptakan demokrasi atau pun tata pemerintahan yang baik di daerah. Proses lebih lanjut dari aspek ini adalah dilibatkannya semua potensi kemasyarakatan dalam proses pemerintahan di daerah.

Pelibatan masyarakat akan mengeliminasi beberapa faktor yang tidak diinginkan, yaitu:

1.  Pelibatan masyarakat akan memperkecil faktor resistensi masyarakat terhadap kebijakan daerah yang telah diputuskan. Ini dapat terjadi karena sejak proses inisiasi, adopsi, hingga pengambilan keputusan, masyarakat dilibatkan secara intensif.

2.  Pelibatan masyarakat akan meringankan beban pemerintah daerah (dengan artian pertanggungjawaban kepada publik) dalam mengimplementasikan kebijakan daerahnya. Ini disebabkan karena masyarakat merasa sebagai salah satu bagian dalam menentukan keputusan tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak dengan serta merta menyalahkan pemerintah daerah bila suatu saat ada beberapa hal yang dipandang salah.

3.  Pelibatan masyarakat akan mencegah proses yang tidak fair dalam implementasi kebijakan daerah, khususnya berkaitan dengan upaya menciptakan tata pemerintahan daerah yang baik.

Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah ini sangat boleh jadi menimbulkan “cultural shock”, dan belum menemukan bentuk /format pelaksanaan otonomi seperti yang diharapkan. Hal ini berkaitan pula dengan tanggung jawab dan kewajiban daerah yang dinyatakan dalam penjelasan UU No.22/1999, yaitu untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan.

Berkaitan dengan kewenangan dan tanggung dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah daerah berupaya dengan membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan dan regulasi yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun dengan belum adanya bentuk yang jelas dalam operasionalisasi otonomi tersebut, maka sering terdapat bias dalam hasil yang di dapat. Pelimpahan kewenangan dalam otonomi cenderung dianggap sebagai pelimpahan kedaulatan. Pada kondisi ini, otonomi lebih dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber ekonomi/keuangan dari pusat ke daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang kaya akan sumber ekonomi. Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya bermuara pada pelayanan publik yang lebih baik, justru menjadi tidak atau belum terpikirkan.

Kemandirian daerah sering diukur dari kemampuan daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). PAD juga menjadi cerminan keikutsertaan daerah dalam membina penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan di daerah. Keleluasaan memunculkan inisiatif dan kreativitas pemerintah daerah dalam mencari dan mengoptimalkan sumber penerimaan dari PAD sekarang ini cenderung dilihat sebagai sumber prestasi bagi pemerintah daerah bersangkutan dalam pelaksanaan otonomi. Disamping itu, hal ini dapat menimbulkan pula ego kedaerahan yang hanya berjuang demi peningkatan PAD sehingga melupakan kepentingan lain yang lebih penting yaitu pembangunan daerah yang membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya. Euphoria reformasi dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah seperti ini cenderung mengabaikan tujuan otonomi yang sebenarnya.

Otonomi menjadi keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta hidup, tumbuh, dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

Disamping peluang-peluang yang muncul dari pelaksanaan otonomi daerah, terdapat sejumlah tuntutan dan tantangan yang harus diantisipasi agar tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah dapat tercapai dengan baik. Diantara tantangan yang dihadapi oleh daerah adalah tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap pemerintah pusat, pemberian pelayanan publik yang dapat menjangkau seluruh kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.

Dalam implementasinya, penetapan dan pelaksanaan peraturan dan instrumen baru yang dibuat oleh pemerintah daerah dapat menimbulkan dampak, baik berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung, pada semua segmen dan lapisan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang rentan terhadap adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan kelompok usaha kecil. Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu mendapat perhatian lebih besar, karena hal tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan penerapan otonomi daerah itu sendiri.



·         Implementasi dan keberhasilan POLSTRANAS

Keberhasilan POLSTRANAS

Masyarakat madani merupakan suatu hal timbal balik dengan strategi politik nasional yang di lakukan oleh pemerintah. Berikut suatu keberhasilan politik strategi nasional atau POLSTRANAS adalah:

Bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial, politik strategi nasional dapat mewujudkanmutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dan memprioritaskan upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penumbuhan, pemulihan, dan rehabilitasi sejak bayi dalam kandungan sampai usia lanjut serta dapat mewujudkan Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan sarana serta prasarana dalam bidang medis yang mencakup ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat.

Bidang kebudayaan, kesenian dan pariwisata, polstranas dapat mewujudkan Mengembangkan dan membina kebudayaan nasional bangsa Indo¬nesia yang bersumber dari warisan budaya leluhur bangsa, budaya nasional yang mengandung nilai-nilai universal termasuk kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka mendukung terpeliharanya kerukunan hidup bermasyarakat, dan membangun peradaban bangsa.

Bidang olah raga, polstranas mampu mewujudkan Menumbuhkan budaya olahraga guna meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang perlu memiliki tingkat kesehatan dan kebugaran yang cukup. Upaya ini harus dimulai sejak usia dini melalui pendidikan olahraga di sekolah dan masyarakat.

Bidang pembangunan daerah, polstranas mampu Mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat, lembaga swadaya masyarakat serta seluruh potensi masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup, polstranas mampu Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.

Bidang ketahanan dan keamanan, polstranas mampu Meningkatkan kualitas profesionalisme Tentara Nasional Indonesia, meningkatkan rasio kekuatan komponen utama, dan mengembangkan kekuatan pertahanan keamanan negara ke wilayah yang didukung oleh sarana, prasarana, dan anggaran yang memadai.

c. Pengertian masyarakat Madani

Istilah madani secara umum dapat diartikan sebagai “ adab atau beradab “ Masyarakat madani dapat didefinisikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya, untuk dapat tata masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya, untuk dapat mencapai masyarakat seperti itu, persyaratan yang harus dipenuhi antara lain adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama, kontrol masyarakat dalam jalannya proses pemerintahan, serta keterlibatan dan kemerdekaan masyarakat dalam memilih pimpinannya.

Menurut Ibrahim, masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat, inisiatif dari individu dan masyarakat berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginann individu.

Masyarakat madani adalah sebuah tatanan masyarakat sipil (civil society) yang mandiri dan demokratis, masyarakat madani lahir dari proses penyemaian demokrasi, hubungan keduanya ibarat ikan dengan air, bab ini membahas tentang masyarakat madani yang umumnya dikenal dengna istilah masyarakat sipil (civil society), pengertiannya, ciri-cirinya, sejarah pemikiran, karakter dan wacana masyarakat sipil di Barat dan di Indonesia serta unsur-unsur di dalamnya.




·         Menjelaskan Masyarakat Madani (Civil Society)

 Pengertian Masyarakat Madani

Masyarakat Madani memiliki banyak istilah dan makna yang berbeda. Merujuk sejarah perkembangan masyarakat sipil (civil society) di barat, banyak ahli di Indonesia menggunakan istilah yang berbeda untuk maksud serupa. Masyarakat sipil yang umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan lembaga negara yang dikenal dewasa ini.

Untuk pertama kalinya istilah masyarakat madani di munculkan oleh Anwar Ibrohim, mantan Wakil Perdana Mentri Malaysia. Menurut Ibrahim, Masyarakat Madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kesetabilan masyarakat. Menurutnya pula, masyarakat madani mempunyai ciri-ciri yang khas: kemajemukan budaya (multicultural), hubungan timbal balik(reprocity), dan sikap saling memahami dan menghargai budaya.[1]

Menurut Prof.Nafsir Alatas Masyarakat Madani berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata yaitu musyarokah dan madinah.Musyarokah yang berarti pergaulan atau persekutuan hidup manusia, dalam bahasa latin masyarakat disebut socius yang kemudian berubah bentuknya menjadi social,sedangkan madinah yang erarti peradaban. Kemudian hal ini ber kaitan dengan kehidupan masyarakat yang dibina Nabi Muhammad SAW seyelah beliau berhijrah ke madinah yang penduduknya dari berbagai jenis etnis dan agama walaupun mayoritas beragama islam.Berdasarkan asal usul pengertian tersebut maka yang di maksud Masyarakat Madani (civil society) adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai nilai peradaban,yaitu masyarakat yang meletakkan prinsip prinsip nilai dasar msyarakat yang harmonis dan seimbang.[2]  

B.     Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani (Civil Society)

Civil society adalah filsuf yunani Aristoteles (384-322 SM) yang memandang civil society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan ini merupakan Fase Pertama sejarah wacana civi society. Pandangan ini telah berubah sama sekali dengan rumusan civil societyyang berkembang dewasa ini,yakni masyarakat sipil diluar dan penyeimbang lembaga negara. Pandanga Aristoteles ini selanjutnya dikembangkan oleh Markus Tullius Cicero(106-43 SM),Thomas Hobbes (1588-1679 SM),John Locke (1632-1704 SM),dan tokoh tokoh masyarakat sipil lainnya.

Fase kedua. pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacanacivil society denagn konteks sosial dan politik di Skotlandia. Ferguson lebih menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial. Pemahamannya ini lahir tidak lepas dari pengaruh revolusi kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.

Fase ketiga. Thomas Paine memaknai wacana civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap sebagai antitesis negara. Bersandar pada paradikma ini, Peran negara sudah saatnya dibatasi. Menurut pandangan ini, negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka.

Fase keeampat. wacana civil society selanjutnya di kembangkan oleh G. W. F. Hegel, Karl Marx, dan Antonio Gramsci. Dalam pandangan ketiganya, civil society merupakan elemen idiologid kelas dominan.pemahaman ini adalah reaksi atas pandangan paine yang memisahkan civil society dari negara. Berbeda dengan pandangan paine, Hegel memandang sivil society sebagai kelompok subordinatif terhadap negara.

Fase kelima. Wacana sivil society sebagai reaksi terhadap madzhab Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville. Bersumber dari pengalamannya mengamati budaya demokrasi Amerika. Tocqueville memandang civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan negara. menurut tocqueville, kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat. Mengaca pada kekhasan budaya demokrasi rakyat Amerika yang bercirikan plural, mandiri, dan kedewasaan berpolitik, menurutnya warga negara dimanapun akan mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara.

C.     Karakteristik Masyarakat Madani

1.      Free public sphare (wilayah publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan public, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan kepada public.

2.      Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga mewujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi di butuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan dan kemandirian serta kemampuan untuk berprilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain.

3.      Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap social yang berbeda dalam masyarakat, sifat saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain.

4.      Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari tuhan yang maha kuasa.

5.      Keadilan social, yaitu adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan (ekonomi, politik, pengetahuan, dan kesempatan.) dalam pengertian lain, keadlian social adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongan tertentu.

D.    Masyarakat Madani di Indonesia

Indonesia memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani). Bahkan jauh sebelum negara bangsa berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprahberagam organisasi social keagamaan dan pergerakan nasionaldalam perjuangan merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai organisasi perjuangan merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai organisasi perjuangan penegakan HAMdan perlawanaan terhadap colonial, organisasi berbasis islam, seperti Serikat Islam (SI), Nahdlatul Ulama(NU), dan Muhammadiyah, telah menunjukkan kiprahnya sebagai komponen civil societyyang penting dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia menjadi karakter khas dari sejarah masyarakat madani di Indonesia. 

E.     Gerakan Social untuk Memperkuat Masyarakat Madani

IWAN Gardono, mendefinisikan

F.      Organisasi Pemerintah dalam Ranah Masyarakat Madani

 

Gerakan Sosial untuk Memperkuat Masyarakat Madani (Civil Society)

IWAN Gardono, mendenifisikan gerakan sosial sebagai aksi organisasi sebagai aksi organisasi atau kelompok masyarakat sipil dalam mendukung atau menentang perubahan sosial. Pandangan lain mengatakan bahwa gerakan sosial pada dasarnya adalah bentuk perilaku politik kolektif non kelembagaan yang secara potensial berbahaya karena mengancam stabilitas cara hidup yang mapan.

      Keberadaan masyarakat madani tidak terlepas dari peran gerakan sosial dapat dipadankan dengan perubahan sosial atau masyarakat sipil yang didasari oleh pembagian tiga ranah, yaitu Negara (state), perusahaan atau pasar (corporation atau market), dan masyarakat sipil. Berdasarkan pembagian ini, maka terdapat gerakan politik yang berada di ranah Negara dan gerakan ekonomi di ranah ekonomi. Pembagian ini telah dibahas juga oleh Sidney tarrow yang melihat political parties berkaitan dengan gerakan politik, yakni sebagai upaya perebutan dan penguasaan jabatan politik oleh partai politik melalui pemilu. Sementara itu, gerakan ekonomi berkaitan dengan lobby di mana terdapat upaya melakukan perubahan kebijakan public tanpa harus menduduki jabatan public tersebut. Selain itu, perbedaan ketiga ranah tersebut dibahas juga oleh habermas yan melihat gerakan sosial merupakan resistensi progesif terhadap invasi Negara dan sistem ekonomi. Jadi, salah satu faktor yang membedakan ketiga garakan tersebut adalah aktornya, yakni parpol di ranah politik, lobbyist dan perusahaan di ekonomi (pasar), dan organisasi masyarakat sipil atau kelompok sosial di ranah masyarakat sipil.





           
   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar