POLITIK DAN STRATEGI
NASIONAL 3
·
Otonami daerah
PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
dapat
diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang di maksud Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada
Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di
Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga
daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali
beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti :
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai
implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara
memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung
jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi
yang ada di daerahnya masing-masing.
Dampak Positif Otonomi Daerah
Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal
yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat
mendapatkan respon tinggidari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang
berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada
yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah
daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama
sehingga akan lebih efisien.
Dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi
oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya
pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan
antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang
Masalah Otonomi Daerah
Permasalahan Pokok Otonomi Daerah:
1. Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi
daerah yang belum mantap
2. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum
memadai dan penyesuaian peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/
1999 masih sangat terbatas
3. Sosialisasi UU 22/1999 dan pedoman yang tersedia belum
mendalam dan meluas
4. Manajemen penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemahPengaruh
perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh
globalisasi yang tidak mudah masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak
mudah dikelola
5. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang
sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah
6. Belum jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan
konsepotonomi yang proporsional kedalam pengaturan konsepotonomi yang
proporsional ke dalampengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional,
serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi,
peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI
Permasalahan pokok tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokok yang membentuk
pemerintah daerah yaitu;
1. kewenangan,
2. kelembagaan,
3. kepegawaian,
4. keuangan,
5. perwakilan,
6. manajemen pelayanan publik,
7. pengawasan.
Sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi meliputi:
a) PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
• Hasil pajak daerah
• Hasil restribusi daerah
• Hasil perusahan milik daerah, dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan.
• Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,antara lain hasil
penjualan asset daerah dan jasa giro
b) DANA PERIMBANGAN
• Dana Bagi Hasil
• Dana Alokasi Umum (DAU)
• Dana Alokasi Khusus
c) PINJAMAN DAERAH
• Pinjaman Dalam Negeri
1. Pemerintah pusat
2. Lembaga keuangan bank
3. Lembaga keuangan bukan bank
4. Masyarakat (penerbitan obligasi daerah)
• Pinjaman Luar Negeri
1. Pinjaman bilateral
2. Pinjaman multilateral
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah;
4. hibah atau penerimaan dari daerah propinsi atau daerah
Kabupaten/Kota lainnya,
5. penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
II. Peluang Bisnis Ekonomi Serta Tantangan Bisnis di Daerah
Pembangunan ekonomi saat
ini di Indonesia selama pemerintahan orde baru lebih terfokus pada pertumbuhan
ekonomi ternyata tidak membuat daerah di tanah air berkembang dengan baik.
Proses pembangunan dan peningkatan kemakmuran sebagai hasil pembangunan selama
ini lebih terkonsentrasi di Pusat (Jawa) atau di Ibukota . Pada tingkat
nasional memang laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun cukup tinggi dan
tingkat pendapatan perkapita naik terus setiap tahun (hingga krisis terjadi).
Namun,dilihat pada tingkat regional, kesenjangan pembangunan ekonomi
antar propinsi makin membesar.
Di era otonomi daerah dan desentralisasi sekarang ini, sebagian besar
kewenangan pemerintahan dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang
besar ini disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Dalam penjelasan UU
No.22/1999 ini dinyatakan bahwa tanggung jawab yang dimaksud adalah berupa
kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat,
pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan.
Berangkat dari pemahaman demikian, maka untuk menghadapi berbagai persoalan
seperti kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan
penanggulangannya kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini
berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi yang dipunyai daerah, melekat pula
tanggung jawab untuk secara aktif dan secara langsung mengupayakan pengentasan
kemiskinan di daerah bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dituntut
untuk memiliki inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin.
Hubungan antara otonomi daerah dengan desentralisasi, demokrasi dan tata
pemerintahan yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat
mendukung bahwa dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka akan mampu
menciptakan demokrasi atau pun tata pemerintahan yang baik di daerah. Proses
lebih lanjut dari aspek ini adalah dilibatkannya semua potensi kemasyarakatan
dalam proses pemerintahan di daerah.
Pelibatan masyarakat akan mengeliminasi beberapa faktor yang tidak diinginkan,
yaitu:
1. Pelibatan masyarakat akan memperkecil faktor resistensi masyarakat
terhadap kebijakan daerah yang telah diputuskan. Ini dapat terjadi karena sejak
proses inisiasi, adopsi, hingga pengambilan keputusan, masyarakat dilibatkan
secara intensif.
2. Pelibatan masyarakat akan meringankan beban pemerintah daerah (dengan
artian pertanggungjawaban kepada publik) dalam mengimplementasikan kebijakan
daerahnya. Ini disebabkan karena masyarakat merasa sebagai salah satu bagian
dalam menentukan keputusan tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak dengan
serta merta menyalahkan pemerintah daerah bila suatu saat ada beberapa hal yang
dipandang salah.
3. Pelibatan masyarakat akan mencegah proses yang tidak fair dalam
implementasi kebijakan daerah, khususnya berkaitan dengan upaya menciptakan
tata pemerintahan daerah yang baik.
Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah ini sangat
boleh jadi menimbulkan “cultural shock”, dan belum menemukan bentuk /format
pelaksanaan otonomi seperti yang diharapkan. Hal ini berkaitan pula dengan
tanggung jawab dan kewajiban daerah yang dinyatakan dalam penjelasan UU
No.22/1999, yaitu untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat,
pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan.
Berkaitan dengan kewenangan dan tanggung dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka
pemerintah daerah berupaya dengan membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan
dan regulasi yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun dengan belum adanya
bentuk yang jelas dalam operasionalisasi otonomi tersebut, maka sering terdapat
bias dalam hasil yang di dapat. Pelimpahan kewenangan dalam otonomi cenderung
dianggap sebagai pelimpahan kedaulatan. Pada kondisi ini, otonomi lebih
dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber ekonomi/keuangan dari pusat ke
daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang kaya akan sumber ekonomi.
Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya bermuara pada pelayanan publik
yang lebih baik, justru menjadi tidak atau belum terpikirkan.
Kemandirian daerah sering diukur dari kemampuan daerah dalam meningkatkan
pendapatan asli daerah (PAD). PAD juga menjadi cerminan keikutsertaan daerah
dalam membina penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan
kemasyarakatan di daerah. Keleluasaan memunculkan inisiatif dan kreativitas
pemerintah daerah dalam mencari dan mengoptimalkan sumber penerimaan dari PAD
sekarang ini cenderung dilihat sebagai sumber prestasi bagi pemerintah daerah
bersangkutan dalam pelaksanaan otonomi. Disamping itu, hal ini dapat
menimbulkan pula ego kedaerahan yang hanya berjuang demi peningkatan PAD
sehingga melupakan kepentingan lain yang lebih penting yaitu pembangunan daerah
yang membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya. Euphoria reformasi dalam
pelaksanaan pemerintahan di daerah seperti ini cenderung mengabaikan tujuan
otonomi yang sebenarnya.
Otonomi menjadi keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah
di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta hidup, tumbuh,
dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah
perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan
daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan
pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah
serta antar daerah.
Disamping peluang-peluang yang muncul dari pelaksanaan otonomi daerah, terdapat
sejumlah tuntutan dan tantangan yang harus diantisipasi agar tujuan dari
pelaksanaan otonomi daerah dapat tercapai dengan baik. Diantara tantangan yang
dihadapi oleh daerah adalah tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran
terhadap pemerintah pusat, pemberian pelayanan publik yang dapat menjangkau
seluruh kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan
peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.
Dalam implementasinya, penetapan dan pelaksanaan peraturan dan instrumen baru
yang dibuat oleh pemerintah daerah dapat menimbulkan dampak, baik berupa dampak
positif maupun dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan akan berpengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung, pada semua segmen dan lapisan masyarakat
terutama pada kelompok masyarakat yang rentan terhadap adanya perubahan
kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan kelompok usaha kecil. Kemungkinan
munculnya dampak negatif perlu mendapat perhatian lebih besar, karena hal
tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan penerapan otonomi daerah itu
sendiri.
·
Implementasi dan keberhasilan POLSTRANAS
Keberhasilan POLSTRANAS
Masyarakat madani merupakan suatu hal timbal balik dengan strategi
politik nasional yang di lakukan oleh pemerintah. Berikut suatu keberhasilan
politik strategi nasional atau POLSTRANAS adalah:
Bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial, politik strategi nasional
dapat mewujudkanmutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung
dan memprioritaskan upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penumbuhan,
pemulihan, dan rehabilitasi sejak bayi dalam kandungan sampai usia lanjut serta
dapat mewujudkan Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan
kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan
sarana serta prasarana dalam bidang medis yang mencakup ketersediaan obat yang
dapat dijangkau oleh masyarakat.
Bidang kebudayaan, kesenian dan pariwisata, polstranas dapat mewujudkan
Mengembangkan dan membina kebudayaan nasional bangsa Indo¬nesia yang bersumber
dari warisan budaya leluhur bangsa, budaya nasional yang mengandung nilai-nilai
universal termasuk kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka
mendukung terpeliharanya kerukunan hidup bermasyarakat, dan membangun peradaban
bangsa.
Bidang olah raga, polstranas mampu mewujudkan Menumbuhkan budaya olahraga
guna meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang perlu memiliki tingkat
kesehatan dan kebugaran yang cukup. Upaya ini harus dimulai sejak usia dini
melalui pendidikan olahraga di sekolah dan masyarakat.
Bidang pembangunan daerah, polstranas mampu Mengembangkan otonomi daerah
secara luas, nyata, dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat,
lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga
adat, lembaga swadaya masyarakat serta seluruh potensi masyarakat dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup, polstranas mampu Mengelola
sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
Bidang ketahanan dan keamanan, polstranas mampu Meningkatkan kualitas
profesionalisme Tentara Nasional Indonesia, meningkatkan rasio kekuatan
komponen utama, dan mengembangkan kekuatan pertahanan keamanan negara ke
wilayah yang didukung oleh sarana, prasarana, dan anggaran yang memadai.
c. Pengertian masyarakat Madani
Istilah madani secara umum dapat diartikan sebagai “ adab atau beradab “
Masyarakat madani dapat didefinisikan sebagai suatu masyarakat yang beradab
dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya, untuk dapat tata
masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya,
untuk dapat mencapai masyarakat seperti itu, persyaratan yang harus dipenuhi
antara lain adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut
kepentingan bersama, kontrol masyarakat dalam jalannya proses pemerintahan,
serta keterlibatan dan kemerdekaan masyarakat dalam memilih pimpinannya.
Menurut Ibrahim, masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu
dengan kestabilan masyarakat, inisiatif dari individu dan masyarakat berupa
pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan berdasarkan undang-undang dan bukan
nafsu atau keinginann individu.
Masyarakat madani adalah sebuah tatanan masyarakat sipil (civil society)
yang mandiri dan demokratis, masyarakat madani lahir dari proses penyemaian
demokrasi, hubungan keduanya ibarat ikan dengan air, bab ini membahas tentang
masyarakat madani yang umumnya dikenal dengna istilah masyarakat sipil (civil
society), pengertiannya, ciri-cirinya, sejarah pemikiran, karakter dan wacana
masyarakat sipil di Barat dan di Indonesia serta unsur-unsur di dalamnya.
·
Menjelaskan
Masyarakat Madani (Civil Society)