MANUSIA DAN KEGELISAHAN
A. Pengertian
Kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata gelisah, yang berarti tidak tenteram
hatinya, selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar, cemas. Sehingga
kegelisahan merupakan hal yang menggambarkan seseorang tidak tentram hati
maupun perbuatannya, merasa khawatir, tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak
sabar ataupun dalam kecemasan.
Kegelisahan
hanya dapat diketahui dari gejala tingkah laku atau gerak – gerik seseorang
dalam kondisi tertentu. Gejala tersebut antara lain berjalan mundar – mandir
dalam ruang tertentu sambil menundukkan kepala, memandang jauh kedepan sambil
mengepal – ngepalkan tangannya, duduk termenung sambil memegang kepalanya,
duduk dengan wajah murung atau sayu, malas bicara, dan lain – lain.
Kegelisahan
merupakan salah satu ekspresi dari kecemasan. Karena itu, dalam kehidupan
sehari – hari kegelisahan juga diartikan sebagai kecemasan, kekhawatiran
ataupun ketakutan. Masalah kecemasan atau kegelisahan berkaitan juga dengan
masalah frustasi, bahwa seseorang mengalami frustasi karena apa yang diinginkan
tidak tercapai.
Sigmund
Freud ahli psikoanalisa berpendapat, bahwa
ada tiga macam kecemasan yang menimpa manusia yaitu kecemasan kenyataan
(Obyektif), kecemasan neorotik, dan kecemasan moril.
A. Kecemasan
Obyektif
Kecemasan
tentang kenyataan adalah suatu pengalaman perasaan sebagai akibat pengamatan
atau suatu bahaya dalam dunia luar. Bahaya adalah sikap keadaan dalam
lingkungan seseorang yang mengancam untuk mencelakakannya. Pengalaman bahaya
ini dalam arti kata, bahwa seseorang mewarisi kecenderungan untuk menjadi takut
kalau ia berada dekat dengan benda – benda tertentu atau keadaan tertentu dari
lingkungannya.
B. Kecemasan
Neorotis (Syaraf)
Kecemasan
ini timbul karena pengamatan tentang bahaya dari naluriah. Menurut Sigmund
Freud, kecemasan ini dibagi menjadi 3 macam, yakni :
1. Kecemasan yang timbul karena penyesuaian diri dengan
lingkungan. Kecemasan ini timbul karena ia takut akan bayangannya sendiri, atau
takut pada id-nya sendiri, sehingga menekan dan menguasai ego. Kecemasan ini menjadi
sifat dari seseorang yang gelisah, yang selalu mengira bahwa sesuatu yang hebat
akan terjadi.
2. Bentuk ketakutan yang tegang dan irrasional (phobia). Bentuk
khusus dari phobia adalah bahwa Intensitet ketakutan melebihi proporsi yang
sebenarnya dari obyek yang ditakutkannya.
3. Rasa takut lain ialah rasa gugup, gagap, dan sebagainya.
Reaksi ini muncul secara tiba – tiba tanpa provokasi yang tegas. Reaksi gugup
ini adalah perbuatan meredakan diri yang bertujuan untuk membebaskan seseorang
dari kecemasan neorotis yang sangat menyakitkan dengan jalan melakukan sesuatu
yang dikehendai oleh id meskipun ego dan super ego melarangnya.
C. Kecemasan
Moril
Kecemasan
moril disebabkan karena pribadi seseorang. Tiap pribadi memiliki bermacam – macam
emosi antara lain : iri, benci, dendam, dengki, marah, gelisah, cinta, rasa
kurang.
Rasa
iri, benci, dengki, dendam itu merupakan sebagian dari pernyataan individu
secara keseluruhan berdasarkan konsep yang kurang sehat. Sifat – sifat seperti
itu adalah sifat tidak terpuji, bahkan mengakibatkan manusia merasa khawatir,
takut, cemas, gelisah dan putus asa.
B. Sebab
– Sebab Orang Gelisah
Sebab
– sebab orang gelisah adalah karena pada hakekatnya orang takut kehilangan hak
– haknya. Hal ini adalah akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari luar
maupun dari dalam.
Contoh
: bila ada suatu tanda bahaya (bahaya banjir, gunung meletus, atau perampokan)
orang tentu akan merasa gelisah. Hal itu disebabkan karena bahaya itu mengancam
akan hilangnya beberapa hak orang sekaligus. Misalkan, hak hidup, hak milik,
hak memperoleh perlindungan, hak kemerdekaan hidup, dan mungkin hak nama baik.
C. Usaha Mengatasi Kegelisahan
Mengatasi
kegelisahan ini pertama – tama harus mulai dari diri kita sendiri, yaitu kita
harus bersikap tenang. Dengan bersikap tenang kita dapat berpikir tenang,
sehingga segala sesuatu kesulitan dapat kita atasi.
Cara
lain yang mungkin juga baik untuk digunakan dalam mengatasi kegelisahan atau
kecemasan yaitu dengan memerlukan sedikit pemikiran. Pertama – tama, kita
tanyakan pada diri kita sendiri (introspeksi), akibat yang paling buruk yang
bagaimanakah yang akan kita tanggung atau yang akan terjadi, mengapa hal itu
terjadi, apa penyebabnya dan sebagainya. Apabila kita dapat menganalisa akibat
yang akan ditimbulkan oleh kecemasan tersebut dan bila kita tidak dapat
mengatasinya, kita dapat mempersiapkan diri untuk menghadapinya, karena tidak
semua pengalaman di dunia ini menyenangkan. Yang kedua, kita bersedia menerima
akibatnya dengan rasa tabah dan senang hati niscaya kecemasan tersebut akan
sirna dalam jiwa kita. Dan yang ketiga, dengan bersama – sama berjalannya waktu
kita dapat mencoba untuk memperkecil dan mengurangi keburukan – keburukan akibat
timbulnya kecemasan, dengan demikian kita akan tidak merasakan lagi adanya rasa
kecemasan / kegelisahan dalam jiwa kita.
D. Keterasingan
Keterasingan berasal dari kata terasing, dan kata itu adalah dari kata
dasar asing. Kata asing berarti sendiri, tidak dikenal orang, sehingga kata
terasing berarti “Tersisihkan dari pergaulan, terpisah dari yang lain, atau
terpencil”.
Terasing atau keterasingan adalah bagian hidup manusia. Sebentar atau lama
orang pernah mengalami hidup dalam keterasingan, sudah tentu dalam dengan sebab
dan kadar yang berbeda satu sama lain.
Yang menyebabkan orang berbeda dalam keterasingan itu ialah perilakunya yang
tidak dapat diterima atau tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat, atau
kekurangan yang ada pada diri seseorang, sehingga ia tidak dapat atau sulit
menyesuaikan diri dalam masyarakat.
Perilaku yang tidak dapat diterima atau tidak dapat dibenarkan itu selalu
menimbulkan keonaran dalam masyarakat, sifatnya bertentangan dengan atau menyentuh
nilai – nilai kemanusiaan. Hal itu akan merugikan harta, nama baik, martabat,
harga diri orang lain.
Keterasingan dalam hal ini sifatnya dapat dipaksakan oleh anggota masyarakat
ataupun oleh institusi yang diciptakan oleh masyarakat kepada si pelaku.
Maksudnya supaya si pelaku ini tidak merugikan orang lain lagi dan dapat
membuat si pelaku menjadi sadar, sehingga dapat memperbaiki perilakunya yang
buruk itu.
Keterasingan yang dipaksakan oleh manusia lain dalam masyarakat. Misalnya,
tidak simpati, tidak mau berurusan, tidak mau mendekati, tidak mempedulikan,
memboikot, bahkan mengisolasi pelaku. Apabila semua itu tidak dapat menyadarkan
si pelaku, maka keterasingan itu dapat dipaksakan ke institusi yang diciptakan
oleh masyarakat misalnya pengadilan.
Dalam karya sastra Abdul Muis yang berjudul “Salah
Asuhan”. Juga menjelaskan bahwa sifat sombong, angkuh, tak menghormati
orang lain adalah sifat yang tidak disenangi oleh masyarakat. Seseorang yang
mempunyai sifat tersebut akan mendapatkan sifat keterasingan dari masyarakat
lainnya.
Kekurangan dalam diri seseorang dapat juga membuat keterasingan. Dalam hal ini
bukan masyarakat yang membuat orang itu terasingkan, melainkan dirinya sendiri
karena ketidak mampuan atau karena membuat kesalahan. Ketidakmampuan atau
kesalahan ini berpengaruh pada nama baik atau harga diri maupun martabat orang
yang bersangkutan. Ketidakmampuan ini meliputi kekurangan ilmu pengetahuan yang
dimilik maupun ketidakmampuan fisik.
E. Kesepian
Kesepian berasal dari kata “Sepi” yang berarti sunyi atau lengang,
sehingga kata kesepian berarti merasa sunyi atau lengang, tidak berteman.
Setiap orang pernah mengalami kesepian, karena kesepian bagian hidup manusia,
lama rasa sepi itu bergantung kepada mental orang dan kasus penyebabnya.
Sebab – Sebab Terjadinya Kesepian
Bermacam
– macam terjadinya kesepian. Frustasi dapat mengakibatkan kesepian. Dalam hal
ini seperti itu orang tidak mau diganggu, ia lebih senang dalam keadaan sepi,
tidak suka bergaul, dan sebagainya.
Contoh
Pangeran Sidharta, putra raja
Kapilawastu, meninggalkan istana, tempat kemewahan, keramaian, dan
ketidakpastian. Karena frustasi menyaksikan kontradiksi keadaan istana dengan
keadaan luar istana yang penuh penderitaan, maka ia meninggalkan istana pergi
ke tempat yang sepi, mencari hakekat hidup.
Bila kita perhatikan sepintas lalu
keterasingan dan kesepian itu serupa tapi tidak sama, namun ada hubungannya.
Beda antara keduanya hanya terletak pada sebab akibat.
Jadi kesepian itu akibat dari keterasingan. Keterasingan akibat sikap dari
sombong, angkuh, kaku, keras kepala, sehingga dijauhi oleh teman – teman
sepergaulannya. Karena dijauhi, maka orang tersebut hidup terasing, terpencil
dari keramaian hidup sehingga kesepian.
F. Ketidakpastian
Ketidakpastian berasal dari kata “tidak pasti” yang artinya ridak menentu,
tidak dapat ditentukan, tidak tahu, tanpa arah yang jelas, tanpa asal – usul
yang jelas. Itu semua adalah akibat pikirannya tidak dapat konsentrasi. Ketidak
konsentrasian disebabkan oleh berbagai sebab, yang jelas pikirannya kacau.
Ketidakpastian
lulus atau tidaknya dalam ujian sarjana yang sudah lama ditunggu – tunggu
membuat orang gelisah. Ketidakpastian ini akan merugikan, karena status dari
karir itu terancam. Karena ketidakpastian itu status yang telah ditetapkan oleh
atasan menjadi hilang, berhubung ada orang lain yang lebih dulu memenuhinya.
G. Sebab
– Sebab Ketidakpastian
Orang
yang pikirannya terganggu tidak dapat lagi berpikir secara teratur, apalagi
mengambil kesimpulan. Berikut sebab orang tidak dapat berpikir dengan pasti,
ialah :
1. Obsesi
Obsesi
merupakan gejala neurosa jiwa, yaitu adanya pikiran atau perasaan tertentu yang
terus menerus, biasanya tentang hal – hal yang tak menyenangkan atau sebab –
sebab yang tak diketahui oleh penderita. Misalnya, selalu berpikir ada orang
yang ingin menjatuhkan dia
2. Phobia
Ialah
rasa takut yang berlebihan atau tak terkendali kepada sesuatu hal atau kejadian
tanpa diketahui penyebabnya.
3. Kompulasi
Ialah
adanya keragu – raguan tentan apa yang telah dikerjakan, sehingga ada dorongan
yang tak disadari melakukan perbuatan yang serupa berkali – kali
4. Histeria
Ialah
neurosa jiwa yang disebabkan oleh tekanan mental, kekecewaan, pengalaman pahit
yang menekan, kelemahan syaraf, tidak mampu menguasai diri, sugesti dari sikap
orang lain.
5. Delusi
Menunjukkan
pikiran yang tidak beres, karena berdasarkan satu keyakinan palsu. Tidak dapat
memakai akal sehat, tidak ada dasar kenyataan dan tidak sesuai dengan
pengalaman. Delusi terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
a. Delusi Persekusi : menganggap keadaan sekitarnya jelek.
Seseorang yang mengalami delusi persekusi tidak mau mengenal tetangga kiri
kanan karena menganggap jelek
b. Delusi Keagungan : menganggap dirinya orang penting dan
besar. Orang seperti itu biasanya gila hormat. Menganggap orang – orang
disekitarnya sebagai orang – orang tidak penting.
c. Delusi Melancholis : merasa dirinya bersalah, hina, dan berdosa.
Hal ini dapat mengakibatkan buyuten atau dikenal dengan nama “Delirium
Trements”, hilangnya kesadaran dan menyebabkan otot – otot tak terkuasa
lagi.
6. Halusinasi
Khayalan
yang terjadi tanpa rangsangan pancaindera. Dengan sugesti diri orang dapat juga
berhalusinasi. Halusinasi buatan, misalnya dapat dialami oleh orang mabuk atau
pemkai obat bius.
7. Keadaan
Emosi
Dalam
keadaan tertentu seseorang sangat berpengaruh oleh emosinya. Ini Nampak ada
keseluruhan pribadinya, misalnya gangguan pada nafsu makan, pusing – pusing,
muka merah, nadi cepat, keringat, tekanan darah tinggi / lemah. Sikapnya dapat
berupa apatis, yaitu terlalu gembira dengan gerakan lari = larian, nyanyian,
ketawa atau berbicara. Sikap ini dapat pula berupa kesedihan menekan, tidak
bernafsu, tidak bersemangat, gelisah, resah, suka mengeluh, tidak mau
berbicara, diam seribu bahasa, termenung, menyendiri.
H. Usaha
– Usaha Penyembuhan Ketidakpastian
Untuk
dapat menyembuhkan orang yang pikirannya lagi kacau atau tidak dapat berpikir
dengan baik, itu bergantung pada mental si penderita. Andai kata penyebabnya
sudah diketahui, kemungkinan juga tidak dapat sembuh. Bila itu terjadi, maka
jalan yang paling baik bagi penderita ialah diajak atau pergi sendiri ke
psikolog.
Bila
penyebabnya itu jelas, seperti rindu, obatnya mudah, yaitu dipertemukan dengan
orang yang dirindukannya. Phobia atau jenis takut bisa dilatih dari sedikit,
sehingga kedepannya tidak takut lagi.
Orang
yang bersikap sombong atau angkuh bila mengalami musibah, baru berkurang
kesombongannya, tetapi mungkin juga tidak. Andai kata dia sadar, kesembuhan itu
adalah karena pengalaman. Jadi, yang menyembuhkan masyarakat sekitarnya dan
dirinya sendiri.
Sumber
: Nugroho,
W. 1996. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Universitas Gunadarma